Friday, September 28, 2012

upsss




Nyari postingan baru yah?


G A K  A D A


Eh masih lanjut baca juga!


G A K   P E R C A Y A A N   A M A T   S I H   J A D I  O R A N G 



Yang Dipertuan Agung Kanjeng Ratu Cendekia

A.K.A.

Si Sumber Inspirasi

Lagi mengering


Penulis lagi G A L A U tingkat  dewa


Udahan bacanya!


Yah masih dibaca lagi..... 

ini beneran rek...

bukan simulasi

gak ada postingan baru hari ini


titik.

Thursday, September 27, 2012

Sok Puitis di Jam Kantor


Gelap langit yang disapa senja,
Atau mendung awan menjelang hujankah,
yang menyapaku di jalan pulang?
 
Aku tak tahu,
yang ku tahu hanya... 
warnanya segelap rasaku.
 
Rasaku yang tak bisa memilih, untuk tidak mengikuti suara si hati.


Rasaku yang takut kehilangan kamu setiap kali si hati menyebut nama lain yang bukan namamu

Hei, Kamu yg di sana
 
Pulanglah lebih cepat dari kecepatan suara.
Si hati semakin sering meneriakkan nama yang bukan namamu.
 
Pulanglah kumohon,
Sebelum aku lupa bagaimana rasaku mencintaimu.

Monday, September 24, 2012

Kilasan Hatiku Sore Ini

Untuk dia yang merangkak perlahan, masuk dalam kilasan hatiku sore ini...

 


Kita bukanlah dua garis yang tidak sengaja bertabrakan.
Sekeras apapun usaha kita berdua untuk saling menjauhkan, pada akhirnya akan bertemu kembali




PERGI AJAH KALAU MEMANG MAU PERGI...
YANG JAUH JUGA GAK APA-APA...




kalau sudah ditakdirkan jadi milikku,
suatu hari nanti, kamu pasti kembali lagi.

Jaga diri baik-baik di pengelanaanmu yah Sayang :)



Aku disini menunggu sampai kamu sadar dan pulang.



Atau sampai seorang lain, mengambil tempatmu di hatiku.






Dan saat itu terjadi, gantian dirimu yang menunggu aku sadar dan pulang padamu.

Tetapi kalau aku tidak sadar dan tidak pulang padamu,



tiba saatnya kita belajar untuk menerima.

Kita hanyalah dua garis yang tidak sengaja bertabrakan.
Sekeras apapun usaha kita berdua untuk tidak saling menjauhkan, pada akhirnya kita memang tidak ditakdirkan untuk bertemu kembali





Friday, September 14, 2012

Ferrari-Ku


Temanku ngajak google talk beberapa bulan yang lalu
"Jan..Jan..", tulisnya
"Iya..iya..", balasku
"Dia sms aku tadi, nanyain kabar. Trus kata teman baiknya dia, dia sedih banget putus sama aku. Ku balas gak yah smsnya? Aku gak mau jadi musuhnya, temanan sama mantan kan gak dosa", tulisnya
"Kalau beneran mau jadi teman, balas smsnya tahun depan ajah. Waktu rasanya udah bener-benar gak ada. Kalau balas smsnya pas seminggu habis putus, gak bakalan jadi teman deh. Kamu masih ngarep yah?", tuduhku
"Gak! Beneran cuman mau jadi teman. Sumpah. Aku balas ajah deh smsnya, demi pertemanan kami", jawabnya keukeh.
Dan seminggu lalu, mereka jadian lagi.

*** 

Temanku yang lain, mengirim BBM bulan lalu,
"Jan, kangen aku sama si mantan", tulisnya
"Oo... Wajar. Missing someone is the part of moving on kok. Dinikmati saja", balasku
"Kupasang DP BB*) pake fotonya yah?", sambungnya lagi.
"Heeeeeee... Move on sayong, move on..", balasku dengan sewotnya.
-*) Display Picture BlackBerry-

***

Seorang teman yang lain lagi, mengirimkan BBM minggu lalu,
"Jan aku lagi dekat sama cowok", tulisnya
"WOW, K.E.C.E. Siapa?", balasku pakai emoticon dancing.
"Kamu gak kenal, anaknya baik, perhatian gitu, kerjaannya juga bagus, gak jelek juga, tapi alay, labil", balasnya pakai emoticon Whew!
"Dijalani dulu, namanya juga pendekatan. Siapa tau, diam-diam di dalam hatimu, kamu suka yg alay!", balasku pakai emoticon big smile.
"Malas ah aku sama dia. Buat kamu ajah", balasnya dengan santai.
"Wooooooi kamu pikir aku TPA*) apa?", tsk tsk tsk anak ini, bener-bener deh...
*) Tempat Pembuangan Akhir

***

Kalau cerita cintaku saat ini?
Hmmm aku ada quotes yg bisa menggambarkan cerita cintaku dengan tepat dan cepat.

My boyfriend is like my Ferrari!
I don't have a Ferrari.


PS: Tulisan ini dipost atas persetujuan para pelaku curhat

Tuesday, September 11, 2012

Perbedaan


Minggu pagi itu aku sedang merajut di kursi teras. Anak perempuanku duduk di kursi seberang, sambil sesekali mencomot pisang goreng atau menyeruput milo hangatnya.
Lagu rohani diputar di stereo ruang tengah.
Dan Bapak? Ooo... dia sedang sibuk di garasi, menggeluti hobby mengotak-atik mesin kijang jadulnya.
Senandungnya menyanyikan lagu Franky Sihalitua diiringi bunyi besi beradu adalah pertanda bahwa Bapak masih baik-baik saja di dalam sana.
Sekali-kalinya senandung dan bunyi besi beradu itu berhenti adalah saat Bapak berteriak dari dalam garasi kepadaku
“Bu, sudah jam berapa?”
Yang kujawab sambil melirik jam di tanganku “Belum Pak!”
Dan dia pun bersenandung lagi, besi beradu itu pun terdengar lagi.
Hari Minggu pagiku, setenang dan seindah biasanya.

Di rumah tetangga depan, pintu gerbang berdenyit terbuka. Sang ayah terlihat membuka dan menahan pintu untuk istri dan anaknya. Memastikan semua keluar lalu menutup pintu pagar. Sang ibu menoleh ke arah rumah kami dan melambaikan tangan saat melihatku.
"Selamat Hari Minggu! Gereja jam 6 yah Bu?!", sapaku
"Iyya, yang jam 9 terlalu siang rasanya. Mari Bu, ke Gereja dulu!", balasnya sambil merangkul suaminya, menggandeng anaknya dan berjalan bersama ke Gereja Katolik dalam kompleks perumahan.

Lalu Bapak berteriak lagi,
"Bu, Sudah jam berapa?"
"Belum Pak!", jawabku sambil terus merajut. Gereja jam 6 ajah belum mulai, apalagi yang jam 8.

Dan tiba-tiba, Anak perempuanku bertanya dengan suara lirih,
"Kapan yah Bu kita bisa pergi ke Gereja bersama-sama seperti mereka?".

Aku mengangkat kepalaku dan mengarahkan pandangan ke arah tatapan mata anak perempuanku. Tatapannya tengah jatuh pada tetangga depan yang sudah melangkah cukup jauh. 

Aku tersentak, pikiranku kembali pada masa saat anak perempuanku berusia 6 tahun.
Pada suatu hari, ketika kami sedang makan bersama di meja makan.

"Bapak, kenapa setiap Bapak berdoa, Bapak selalu menggerakkan tangan membentuk salib? Sedangkan Ibu tidak?"
"Kenapa kalau pergi Gereja bersama Ibu, tangan semua orang diam saja saat berdoa. Tapi saat gereja bersama Bapak, tangan semua orang bergerak membentuk salib?"
"Kenapa teman kakak pergi gereja bersama semua orang tuanya, tetapi kakak hanya bisa milih, mau sama Bapak saja, atau sama Ibu saja?"

Aku terdiam, lima menit berlalu ketika akhirnya Bapak meraih dan meremas tangan kiriku.
"Kakak lihat tidak sendok dan garpu di piringnya kakak? Garpu bergerigi, sendok tidak. Garpu di tangan kiri, sendok di tangan kanan...
Kakak bisa makan walau hanya pakai sendok atau hanya pakai garpu, tetapi akan jauh lebih menyenangkan kalau makannya pakai garpu dan sendok bersamaan.
Bapak dan Ibu kayak garpu dan sendok itu. Berbeda, tetapi harus ada dua-duanya, biar kakak bisa makan dengan senang", ucap Bapak, lelaki paling bijak yang pernah kukenal.

Anak perempuanku pun tersenyum dan berkata,
“Kakak senang makan pakai garpu dan sendok”.

Itu adalah kali pertama sekaligus yang terakhir, dia bertanya padaku tentang hal itu. Hingga hari ini.
Hari ini, saat dia sudah berusia 26 tahun, saat dia sudah meraih gelar sarjana di universitas asing dan saat dia sudah bekerja keliling Indonesia.
Kupikir, waktu dan pengalaman kehidupan sudah membuatnya terbiasa dengan perbedaan dalam keluarga kami.
Ternyata tidak.

Lalu sekali lagi Bapak berteriak dari dalam garasi, membangunkanku dari lamunan,
"Bu, Sudah jam berapa?"
"Belum Pak!", jawabku sambil menatap menara Gereja Katolik di kejauhan.
Anak Perempuanku melirik jam di ponselnya dan menoleh padaku.
“Bu, sudah jam 7 loh. Gak mandi apa ke Gereja? Gerejanya Ibu jauh loh!”, ucapnya.

Bapak yang tiba-tiba muncul dari garasi pun bertanya
“Bu, Gerejanya mulai jam 8 kan?”

Empat bola mata menatapku heran.
“Iyya ini sudah jam 7. Iyya, ke Gereja itu memang harus mandi. Iyya, Gerejanya Ibu jauh dan mulai jam 8. Tetapi gak usah buru-buru.
Hari ini kita semua ke Gereja dalam kompleks saja, Gereja yang jam 9”, ucapku sambil meneruskan rajutanku.
Dan dua pelukan pun merangkulku, yang satu penuh remah pisang goreng, yang satunya lagi penuh oli.
Dan aku tertawa dalam pelukan mereka.

***

Perbedaan adalah hal yang biasa dalam dunia ini.
Ada Muslim Syiah ada Muslim Sunni.
Ada Penduduk Kelurahan X ada penduduk kelurahan Y.
Ada Polisi ada teroris.

Dalam keluargaku sendiri,
perbedaan itu adalah aku Protestan sedangkan Bapak dan anak perempuan kami Katolik.

Perbedaan membuat kita tidak sama antara satu dengan yang lain, tetapi tidak berarti perbedaan itu harus dihapuskan.
Karena bukan perbedaan yang membuat hidup kita kacau, melainkan keegoisan untuk memaksakan keseragaman.
Yang kita butuhkan adalah keinginan untuk menjembatani perbedaan itu.
Sebuah jembatan bernama Cinta.


 Terinspirasi dari curhatan seorang teman.
Mencoba membayangkan cerita ini dari mata sang Ibu.

stay strong sangbaine

seorang temanku meninggal hari ini temanku yang adalah suami dari temanku juga masih muda pastinya anak2nya juga masih kecil2 sekali ada tig...