Sedang duduk aku di lengan kursi
seniorku, menemaninya menatap layar monitor, memelototin perempuan dengan
gaun warna warni di sana.
Ketika, Seorang Ibu dari ruang sebelah tiba-tiba datang, menjawil pipiku sambil menawarkan anaknya,
"Jan, mau jadi mantunya Ibu gak?", ucapnya tenang, tanpa tendeng aling-aling.
"Jan, mau jadi mantunya Ibu gak?", ucapnya tenang, tanpa tendeng aling-aling.
“Lah Bu, kan anaknya Ibu sudah
punya pacar”, ucapku dengan heran, yang hanya dijawabnya dengan santai,
“Kan janur kuning belum melengkung Jan,
bisa diatur lah!”.
Terperangah, aku hanya bisa menjawab, "Wah dicoba dulu yah Bu!"
Dan kami pun membahas beberapa tetek bengek tidak penting lainnya hingga dia berlalu pergi.
Anak Ibu itu tidak jelek kok, sungguh, dia tidak
memalukan untuk dibawa ke arisan.
Anak Ibu itu juga punya masa depannya yang cerah, tidak lama lagi, dia akan aktif bekerja di perusahaan
dengan gaji yang fantastis.
Anak Ibu itu juga terkenal akan
keramahannya, asik diajak ngobrol kata orang.
Dan yang lebih bagus lagi, Ibunya
sudah setuju, tidak perlu khawatir masalah mengurus surat kelakuan baik pada orang tuanya.
Dalam kondisi ini, aku bisa saja menari-nari dan
menjawab YA.
Bukankah ini yang ditunggu-tunggu oleh setiap perempuan,
ketiban calon suami potensial.
Bukankah ini yang ditunggu-tunggu oleh setiap perempuan,
ketiban calon suami potensial.
Tetapi ternyata, logika dan hatiku menjawab
TIDAK.
Mengapa?
Karena, kalau kamu memiliki sesuatu setelah merebutnya dari pemilik sebelumnya.
Maka, saat itu, kamu hanya sedang memiliki sesuatu yang tidak bisa setia.
Selalu ada awan di atas awan, selalu akan ada yang lebih baik dibanding kamu.
Berapa lama kamu bisa memiliki kesetiaan dari sesuatu yang bisa direbut dengan mudahnya?
Ingat
Rumah yang baik tidak bisa berdiri di atas fondasi yang tidak baik.
No comments:
Post a Comment