Sore kemarin, aku membalaskan keabsenanku di kolam
renang, dengan jogging di taman dekat kantor.
Putaran pertama, kulalui dengan jalan kaki santai,
kata teman yang menemaniku jogging, itu namanya pemanasan... Dan sekaligus jadi
ajang bincang-bincangku bersamanya.
Tidak banyak yang berolah raga sore itu bahkan tak
satupun dari mereka yang berusia dibawah 35 tahun kecuali aku dan temanku.
Membuatku tersenyum kecut, ketika teringat pada
status BBM yg ku-update sesaat sebelum mulai jogging
"perempuan kece itu,
jogging jam segini sambil berdoa -semoga ketemu cow cakep- #eee
motivasinya "
Walaupun status itu cuman buat lucu-lucuan, tetap saja ada
sedikit harapan di hati ini, untuk bisa jogging sambil sesekali mengagumi keindahan
mahluk adam.
Putaran kedua, aku dan temanku mulai berlari.
Pelan, lalu cepat, lalu pelan, lalu cepat. Pelan karena cuma itu kemampuanku, cepat
karena aku harus mengejar temanku yang berlari lebih cepat dariku. Hingga pada akhir
putaran, kutemukan diriku tertinggal jauh. Temanku sudah jadi titik putih di
ujung taman.
Putaran ke tiga, aku resmi bersolo karir.
Pada saat itulah beberapa pertanyaan
yang tidak ada kaitannya dengan jogging menghampiriku.
"Bagaimana bila jodohku adalah kakek tua berbaju biru yang
berjalan perlahan di depanku. Tetapi karena dia sudah tua, sedangkan aku mengharapkan
yang lebih muda. Maka aku melewatkannya dan menghilangkan kesempatan untuk
menyapa jodohku"
"Bagaimana bila jodohku adalah seorang lelaki
yg berdiri di gerbang kostku tadi pagi, tetapi karena mata minus tak berkacamataku tak bisa melihat
senyumnya, maka aku menghilangkan kesempatanku untuk membalas senyum jodohku"
"Bagaimana bila jodohku adalah seorang
temanku. Tetapi karena dia adalah temanku, maka aku membiarkan dia terus
menjadi temanku, menghilangkan kesempatanku untuk menjadikan dia jodohku"
"Bagaimana bila jodohku adalah seorang
mantanku. Tetapi karena kami tidak cukup siap untuk memulainya hari itu lalu memutuskan untuk berpisah, maka
aku menghilangkan kesempatanku untuk
memeluk erat jodohku"
Putaran keempat. Pertanyaan-pertanyaan itu
mengantarkanku pada pesan-pesan yang sudah dikirimkan Tuhan melalui banyak cara.
Pada status seorang teman di BBM, yang sempat ku
copy paste ke status BBM-ku juga
"Rejeki sudah diatur, jodoh tidak akan tertukar"
"Rejeki sudah diatur, jodoh tidak akan tertukar"
Pada sebuah kutipan di salah satu buku yang pernah
kubaca tetapi sudah kulupakan judulnya
"If something is meant to be, it will be"
"If something is meant to be, it will be"
Pada kalimat yang diucapkan oleh seorang atasan di
kantorku saat memberi ceramah kepada kami si anak baru
"yang namanya rejeki, kalo emang rejekinya kita, kita kemana-mana pun, rejekinya akan tetap nunggu kita, nunggu untuk kita petik"
"yang namanya rejeki, kalo emang rejekinya kita, kita kemana-mana pun, rejekinya akan tetap nunggu kita, nunggu untuk kita petik"
Pada tweet @girlposts yang kufollow di twitter
"People who are meant to be together will find their way back to each other. They may take detours, but they're never lost."
"People who are meant to be together will find their way back to each other. They may take detours, but they're never lost."
Tetapi aku paling suka pada kalimat yang diucapkan
oleh temanku kemarin, sesaat sebelum pesawat ke Ambonnya lepas landas. Ada
unsur sains yang membuatnya jadi lebih
mudah untuk diterima,
"Yang namanya jodoh itu mutlak, semutlak tulang rusuk manusia yang tidak bisa tertukar"
"Yang namanya jodoh itu mutlak, semutlak tulang rusuk manusia yang tidak bisa tertukar"
No comments:
Post a Comment