Thursday, November 1, 2012

Mau Dibawa Kemana?


Mencegat taxi di depan toko es krim Sangrandi, di hari
libur Idul Adha, pukull 11.00 pm.
Aku dan sahabatku, berbagi jok belakang Taxi Orenz dalam perjalanan pulang setelah seharian melepas rindu di kota pahlawan.
"Jan, waktu pulang kampung kemarin, ketemu aku sama teman
SMP-ku, dulu dia selalu ranking loh. Tetapi sekarang, dia berakhir jadi penjual sayur di pasar", ucap sahabatku tiba-tiba.
"Nah, itu mungkin yang orang bilang dengan garis tangan", ucapku
"Ah gak juga, dia hanya tidak dapat kesempatan yang sama
dengan kita", ucapnya lagi.
"Yah, mau gimana. Kalau emang gak ada dana buat sekolah?
Kalau nasibnya ditakdirkan seperti itu?", ucapku membalas.
"Tapi bisa diubah kan? Kalau dia misalnya diajar jadi
penenun, terus jadi terkenal dan menjadi kaya raya",
ucapnya kira-kira seperti itu.
Yang kujawab dengan, "Entahlah say, yang pastinya, kalau kita tidak lanjut kuliah dan menetap di desa. Kita pasti sudah punya dua atau tiga orang anak, dan mungkin berakhir jadi penjual sayur di pasar", ucapku dengan senyum konyol.
Ketika pak sopir taxi menyela
"Mau belok dimana mbak?"
"Belum Pak, masih di depan sana!", jawab sahabatku kalem.

"Jan, jaman sekarang penenun makin langka loh. Suatu budaya
yang hampir hilang", ucapnya lagi.
"Iyya, anak muda jaman sekarang lebih memilih jadi pembantu
di kota orang daripada jadi pengusaha di desa sendiri",
ucapku miris.
"Buka usaha kain tenun kayaknya bagus nih", ucapnya lagi
"Boleh, ntar ajak temanmu itu, dia kan pintar, pasti bisa
diajar cara menenun. Tetapi kudu ciptakan pasar yang jelas
biar kainnya tidak mubasir", balasku.
"Sep. Hmm... Ntar jual online juga dong, jadi bisa luas
jangkauan pasarnya", ucapnya semangat
"Deal, tapi harus mikirin cara menggaji penenunnya juga Bu.
Mau berdasarkan kain yang sudah ditenun atau kain yang laku dijual atau apa? Ingat, setiap penenun butuh duit untuk biaya hidup sehari-hari, biaya-biaya yang gak bisa menunggu istilah kain belum laku", balasku,yang kemudian mengantarkan kami pada keheningan yang lama, bingung.
Lalu pak sopir taxi menyela lagi,
"Mau belok dimana mbak?"
"Belum Pak, masih di depan sana!", jawabku kalem.

"Eh Jan, ini loh gedungnya keluarga Sampoerna. Gedung paling
go green yang pernah kulihat di kota ini", ucap sahabatku
sambil menunjuk sebuah gedung di pinggir jalan.
"Eh, dengar-dengar sejak jual PT.HMS, keluarga Sampoerna berpindah ke bisnis kelapa sawit yah?", ucapku.
"Gak, masih supply tembakau ke PT. HMS kok. Tetapi gak tau 
juga sih, kalau ada bisnis yang lain lagi. Pastinya keluarga Bakrie tuh yang main kelapa sawit", ucapnya.
"Tahu gak Jan, kelapa sawit itu tanaman yang jahat. Dia
memakan terlalu banyak unsur hara dalam tanah dan merusak ekosistem!", lanjutnya lagi.
"Ya ampun, ini orang Indonesia pasti amnesia semua deh kalau
sampai Pak Bakrie dipilih jadi Presiden. Dapat salam dari
lumpur lapindo dan kelapa sawit deh kamu semua", ucapku sewot.
Lalu pak sopir taxi menyela lagi
"Mau belok dimana mbak?"
"Belum Bapak, masih jauh!", jawab sahabatku agak sewot, kena batunya deh si Pak taxi.

"Film Avatar yang bukan si Ang itu menyindir Papua loh.
Pulau yang dijarah habis-habisan oleh penduduk asing. Sedih yah!", ucap sahabatku sambil menatap tanah kosong di pinggir jalan.
"Dan orang-orang itu tidak sadar, bahwa sebenarnya dia sedang mencuri di buminya sendiri. Apa jadinya bumi ini tanpa
paru-paru hijaunya?", ucapku sambil menoleh ke arah langit, mencari ketiadaan bintang, berharap hujan segera turun, mendinginkan bumiku.
"Mau dibawa kemana masa depan Indonesia?", tanyaku
"Mau dibawa kemana kelangsungan hidup bumi ini?", tanya sahabatku.

Lalu pak sopir taxi menyela lagi
"Mau belok dimana mbak?"
"Ya ampun Bapak, nanti juga kita kasih tahu!", jawabku sewot.

Pak sopir yang malang, mimpi apa dia semalam sehingga
mendapat penumpang macam kami?
Kuarahkan mataku ke kaca di depan pak sopir, mencari
sosoknya di sana, ingin mengirimkan pesan maaf lewat mataku.
Dan ketika mataku bersiborok dengan matanya.
Satu pertanyaan kutemukan di sana.
"Mau dibawa kemana perempuan-perempuan cerewet ini?"



...................................


Dan aku tersenyum padanya lewat mataku.
Perempuan-perempuan cerewet ini Pak,
dibesarkan untuk mencereweti bumi.
Sabarlah,
karena saat perempuan berhenti cerewet,
itu adalah saat ibu pertiwi berhenti hidup.
Dan saat ibu pertiwi berhenti hidup,
siapakah kita selain seonggok debu?

3 comments:

  1. loh baru tahu kah? nama tengahku loh sebenarnya CEREWET... :)

    ReplyDelete
  2. hahahahahahahhahaha,,ooo ibo cerewet,,yayayyaaya

    ReplyDelete

stay strong sangbaine

seorang temanku meninggal hari ini temanku yang adalah suami dari temanku juga masih muda pastinya anak2nya juga masih kecil2 sekali ada tig...